senyum

senyum
senyuuuuuum - - - iya kamuuu - - - senyuuuuuum

Sabtu, 10 November 2012

Kewajiban Membentuk Rumah Tangga Islami


ini tugas apa ya lupa ...
BAB I
PENDAHULUAN

Islam agama yang diturunkan Allah swt. kepada manusia untuk menata seluruh dimensi kehidupan mereka. Setiap ajaran yang digariskan agama ini tidak ada yang berseberangan dengan fitrah manusia. Unsur hati, akal, dan jasad yang terdapat dalam diri manusia senantiasa mendapatkan “khithab ilahi” (arahan Allah) secara proporsional yang termasuk di dalamnya Allah mengatur dengan jelas tentang kebutuhan manusia akan kehidupan berkeluarga, menikah dan memiliki keturunan.
Islam melarang umatnya hidup membujang laiknya para pendeta. Hidup hanya untuk memuaskan dimensi jiwa saja dan meninggalkan proyek berkeluarga dengan anggapan bahwa berkeluarga akan menjadi penghalang dalam mencapai kepuasan batin. Hal ini merupakan bentuk penyimpangan fitrah manusia yang berkaitan dengan unsur biologis.
Berkeluarga dalam Islam merupakan sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk (kecuali malaikat), baik manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Bahkan ditekankan dalam ajaran Islam bahwa nikah adalah sunnah Rasulullah saw. yang harus diikuti oleh umat ini. Nikah dalam Islam menjadi sarana penyaluran insting dan libido yang dibenarkan dalam bingkai ilahi. Agar kita termasuk dalam barisan umat ini dan menjadi manusia yang memenuhi hak kemanusiaan, maka tidak ada kata lain kecuali harus mengikuti Sunnah Rasul, yaitu nikah secara syar’i.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Rum: 21)
Sa’idbin Abu Maryam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far mengabarkan kepada kami, Humaid bin Abu Humaid At-Thawil bahwasanya ia mendengar Anas bin Malik r.a. berkata: “Ada tiga orang yang mendatangi rumah-rumah istri Nabi saw. menanyakan ibadah Nabi saw. Maka tatkala diberitahu, mereka merasa seakan-akan tidak berarti (sangat sedikit). Mereka berkata: “Di mana posisi kami dari Nabi saw., padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.” Salah satu mereka berkata: “Saya akan qiyamul lail selama-lamanya.” Yang lain berkata: “Akan akan puasa selamanya.” Dan yang lain berkata: “Aku akan menghindari wanita, aku tidak akan pernah menikah.” Lalu datanglah Rasulullah saw. seraya bersabda: “Kalian yang bicara ini dan itu, demi Allah, sungguh aku yang paling takut dan yang paling takwa kepada Allah. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku tidur, dan aku juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (Al-Bukhari)

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pentingnya Membangun Rumah Tangga Muslim
Imam Hasan Al- Banna telah memberikan batas-batas kewajiban yang harus dilakukan setiap kader dakwah. Beliau meminta kepada kita agar menyempurnakan kewajiban kita sebagai pribadi terlebih dahulu hingga akhirnya layak untuk masuk dalam barisan aktivis dakwah yang jujur dan menjadi penopang bagi dakwah yang agung ini. Seorang muslim merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga dan masyarakatnya. Ia bagaikan satu tubuh. Jika tubuh sehat, maka badan akan menjadi kuat dan dinamis. Islam telah memberikan solusi dan motivasi agar setiap pribadi proaktif dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian menyepelekan kebaikan sedikitpun walaupun hanya sekedar memberikan senyuman kepada saudaranya.” (HR. Muslim).
Setelah seseorang sholih secara pribadi, maka tahapan selanjutnya adalah menyebarkan kesholihannya kepada keluarga dan rumah tangganya. Rumah tangga merupakan benih bagi terbentuknya masyarakat dan Negara Islami. Apabila benihnya baik dan bagus, masyarakat dan Negara akan menjadi kuat, kokoh, dan solid. Imam Hasan Al-Banna telah menyebutkan sejumlah unsur yang menentukan jalan bagi para kader dakwah untuk membentuk rumah tangga Islami, diantaranya yaitu:
1. Mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrohnya, hal ini dapat dilakukan dengan cara: pertama, mendidik dan meningkatkan taraf pengetahuan istri atau suami agar memahami makna dakwah. Kedua, memperlakukan istri atau suami sebagai mitra dalam semua urusan kehidupan; sejak dari mendidik anak hingga kepada membangun masyarakat. Interaksi yang dijalin menggunakan pola-pola musyawarah dan saling memahami, bukan interaksi yang penuh kebencian, main perintah, dan cacian. Ketiga,apabila suami atau istri memiliki kapabilitas dan kemampuan, diharapkan para suami atau istri dapat memberdayakan dalam berdakwah bersamanya. Keempat, para suami harus menjadi teladan yang baik bagi istri dan anak-anaknya. Kelima, bukan merupakan suatu hal yang mustahil jika ada orang tua yang berakhlak baik namun anaknya tidak berakhlak. Oleh karena itu, seorang suami atau istri harus bekerjasama dengan berbagai pihak untuk membentuk karakter dan meninggalkan akhlaknya. Sebab karakter diperoleh dari kebiasaan, sedangkan akhlak diperoleh dari mencontoh orang lain.
2.  Menjaga akhlak dan adab Islam. Akhlak dan adab sangat berkaitan erat dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, akhlak dan adab harus diterapkan dalam keluarga, mulai dari yang kecil hingga dewasa. Jika Islam telah mewarnai kehidupan rumah tangga, keluarga tersebut layak menjadi unsure dalam pembentukan masyarakat Islami.
Tahapan pertama untuk mewujudkan rumah tangga yang Islami adalah dengan memilih pasangan yang baik. Memilih pasangan sangat penting karena ia akan mendidik anak-anaknya dan melayani keluarganya. Kedudukan suami dan istri menjadi sangat penting untuk membina rumah tangganya dengan akhlak, ilmu, dan kesabaran.
Sebagian besar akhlak yang turun kepada anak merupakan warisan yang berasal dari ibunya. Jika memilih calon ibu, pilihlah yang sholihah dan beriman karena kebaikan yang ada padanya akan turun kepada anaknya. Namun jika anda memilih calon ibu dari tempat yang tidak baik, sifat-sifatnyapun akan menurun kepada anaknya. Syarat ini juga berlaku bagi pemilihan calon suami. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa menikahi wanita karena hartanya, Allah akan membuatnya menjadi fakir. Barangsiapa yang menikahi wnaita karena kedudukannya, Allah akan membuatnya menjadi terhina. Barangsiapa yang menikahi wanita karena ingin menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya atau mendapatkan kasih sayangnya, Allah akan memberikan keberkahan kepadanya karena wanita tersebut dan memberkahi wanita tersebut.” (HR. Ibnu Hibban)
Menikah tidak seperti transaksi dagang yang memperhitungkan untung atau rugi. Menikah juga bukan merupakan sekedar kesenangan seksual semata. Menikah merupakan perpaduan dari seluruh unsure dengan menekankan pada aspek akhlak dan agaman. Rasulullah saw bersabda: “Wanita dinikahi karena empat hal: hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Dahulukanlah oleh kalian agamanya, maka kalian akan selamat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Islam telah mengarahkan laki-laki dan wanita untuk memilih pasangan yang baik dengan teliti dan cermat karena keduanya tidak akan dapat kembali seperti semula jika salah dalam memilih. Kebanyakan yang sering membuat pasangan suami istri berkelahi dan membuat hancur rumah tangganya sendiri adalah kesalahan dalam memilih calon istri karena melebihkan satu sisi saja ketimbang sisi yang lain.
B.      Urgensi Membentuk Keluarga Islami
Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam Islam sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang telah ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan fitrahnya. Kata “keluarga” banyak kita temukan dalam Al-Quran seperti yang terdapat dalam beberapa ayat berikut ini;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara’: 214)
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaha: 132)
2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang Muslim.
Sebelum seorang berkeluarga, seluruh aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar terpusat pada ucapan, perbuatan, dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Dan setelah membangun mahligai keluarga, ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan tetapi ia juga harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik dan memperbaiki istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang memahami dan melaksanakan hak serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi rabbani nan qurani. Coba kita perhatikan beberapa hadits berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya.” (Hadits gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’, no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah no.1636).
Dari Aisyah r.a., berkata: “Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik pada kelurganya dan aku paling baik bagi keluargaku.” (Imam Al-Baihaqi)
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (Imam At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadits hasan shahih.”
3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim
Keluarga muslim merupakan bata atau institusi terkecil dari masyarakat muslim. Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat muslim. Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kami dengan “ba-ah” (mencari persiapan nikah) dan melarang membunjang dengan larangan yang sesungguhnya seraya bersabda: “Nikaihi wanita yang banyak anak dan yang banyak kasih sayang. Karena aku akan berlomba dengan jumlah kamu terhadap para nabi pada hari kiamat.” (Imam Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban. Memiliki “syahid” pada riwayat Abu Dawud, An-Nasaai dan Ibnu Hibban dari hadits Ma’qil bin Yasaar)
4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup
Orang yang membujang masih belum menyempurnakan sisi lain keimanannya. Ia hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus membujang, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran hati. Untuk menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan terapi dengan melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun keluarga yang sesuai dengan rambu-rambu ilahi. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan setengah agama. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam setengahnya.” (Imam Al-Baihaqi)
Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi, ketenangan pikiran, dan kenyamanan hati. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa dari kalian yang memiliki kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya menikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara farji (kemaluan). Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu merupakan benteng baginya. (Imam Muslim).


C.      Pilar Peyangga Keluarga Islami

1. Iman dan Taqwa
Faktor pertama dan terpenting adalah iman kepada Alloh dan hari akhir, takut kepada Dzat Yang memperhatikan segala yang tersembunyi serta senantiasa bertaqwa dan bermuraqabbah (merasa diawasi oleh Alloh) lalu menjauh dari kedhaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.
"Demikian diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat. Barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Dia kan mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia kan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan keperluannya." (Ath Thalaq: 2-3).
Di antara yang menguatkan tali iman yaitu bersungguh-sungguh dan serius dalam ibadah serta saling ingat-mengingatkan. Perhatikan sabda Rasululloh: "Semoga Alloh merahmati suami yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan pula istrinya lalu shalat pula. Jika enggan maka dipercikkannya air ke wajahnya. Dan semoga Alloh merahmati istri yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan pula suaminya lalu shalat pula. Jika enggan maka dipercikkannya air ke wajahnya." (HR. Ahmad, Abu Dawud, An Nasa'i, Ibnu Majah).
Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau nafsu hewani namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan itu shahih maka dapat berlanjut ke kehidupan akhirat kelak. FirmanNya: "Yaitu surga 'Adn yang mereka itu masuk di dalamnya bersama-sama orang yang shaleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya." (Ar Ra'du: 23)
2. Hubungan Yang Baik
Termasuk yang mengokohkan hal ini adalah pergaulan yang baik. Ini tidak akan tercipta kecuali jika keduanya saling mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing.
Mencari kesempurnaan dalam keluarga dan naggotanya adalah hal mustahil dan merasa frustasi daklam usha melakukan penyempurnan setiap sifat mereka atau yang lainnya termasuk sia-sia juga.
3. Tugas Suami
Seorang suami dituntut untuk lebih bisa bersabar ketimbang istrinya, dimana istri itu lemah secara fisik atau pribadinya. Jika ia dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu.
Teralalu berlebih dalam meluruskannya berarti membengkokkannya dan membengkokkannya berarti menceraikannya. Rasululloh bersabda: "Nasehatilah wanita dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan bagian yang bengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kamu luruskan maka berarti akan mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok, untuk itu nasehatilah dengan baik." (HR. Bukhari, Muslim)
Jadi kelemahan wanita sudah ada sejak diciptakan, jadi bersabarlah untuk menghadapinya. Seorang suami seyogyanya tidak terus-menerus mengingat apa yang menjadi bahan kesempitan keluarganya, alihkan pada beberapa sisi kekurangan mereka. Dan perhatikan sisi kebaikan niscaya akan banyak sekali.
Dalam hal ini maka berperilakulah lemah lembut. Sebab jika ia sudah melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi dimana sumber-sumber kebahagiaan itu berada. Alloh berfirman;"Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Aloh menjadikannya kebaikan yang banyak." (An Nisa': 19)
Apabila tidak begitu lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, kedamaian dan cinta kasih itu: jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras, jelek pergaulannya, sempit wawasannya, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk sangka.
Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber kebahagiaan itu tidaklah tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhakan diri dari prasangka yang tak beralasan. Dan kecemburuan terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu akan membikin hidup terasa sempit dan gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.
4. Tugas Istri
Kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah sempurna kecuali ketika istri mengetahui kewajiban dan tiada melalaikannya. Berbakti kepada suami sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagi istri dan harta suami. Demikian pula menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memperhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Juga mengakui kecakapan suami dan tiada mengingkari kebaikannya. Untuk itu seyogyanya memaafkan kekeliruan dan mangabaikan kekhilafan. Jangan berperilaku jelek ketika suami hadir dan jangan mengkhianati ketika ia pergi.
Dengan ini sudah barang tentu akan tercapai saling meridhai, akan langgeng hubungan, mesra, cinta dan kasih sayang. Dalam hadits: "Perempuan mana yang meninggal dan suaminya ridha kepadanya maka ia masuk surga." (HR. Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah)
Maka bertaqwalah wahai kaum muslimin! Ketahuilah bahwa dengan dicapainya keharmonisan akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan tercipta suasana yang kondusif bagi tarbiyah.
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan saling pengertian anatar sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapakan yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling mendhalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.

BAB III
SIMPULAN
Lurusnya keluarga menjadi media untuk menciptakan keamanan masyarakat. Islaminya keluarga akan menjadi pewarna untuk menciptakan masyarakat yang islami pula. Bagaimana bisa aman bila ikatan keluarga telah amburadul. Padahal Alloh memberi kenikmatan ini yaitu kenikmatan kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmonisannya.
Hubungan suami istri yang sangat solid dan fungsinya sebagai orang tua di tambah anak-anaknya yang tumbuh dalam asuhan mereka, merupakan gambaran umat terkini dan masadepan. Karena itu ketika setan berhasil menceraikan hubungan keluarga dia tidak sekadar menggoncangkan sebuah keluarga namun juga menjerumuskan masyarakat seluruhnya ke dalam kebobrokan yang merajalela. Realita sekarang menjadi bukti.
Semoga Alloh merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hatinya, pandai bergaul (terhadap keluarga), lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan dan tiada lalai dengan kewajibannya. Semoga Alloh merahmati pula wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, shalihah, taat dan memelihara dirinya ketika suaminya tidak ada karena Alloh telah memeliharanya.
Bertaqwalah wahai kaum muslimin, wahai suami istri. Barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaaya akan dimudahkan urusannya. (Syeikh Shalih bin Abdullah bin Al Humaid).

Daftar kunjungan situs :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar