senyum

senyum
senyuuuuuum - - - iya kamuuu - - - senyuuuuuum

Minggu, 19 Juli 2015

Pengeras suara untuk hati

Ibuku milad, tepat sehari setelah lebaran. Tak ada kado tak ada kue bahkan ucapan pun tak ada. Parah nian kami. Padahal ibu selalu repot menyediakan kue tiap kami milad. Durhaka sekali.

Ya, kami keterlaluan.

Saat lebaran, ibu meminta maaf duluan, tepat selesai doa di mesjid tempat kami solat hari raya. Aku bingung, ia selalu duluan. Entah kami yg keterlaluan. Ucapannya tak main main. Mengunci mulutku, membeku kan syaraf syaraf kreatifku *aiiihhh, percuma berlatih menulis hal hal romantis bertahun tahun, jika kantung air mata telah penuh mendesak banjir bah untuk turun.

"Maafiin ibu, belum bisa menjdi ibu yg baik buat kalian"

Ucapan macam apa itu? Ibu merebut kata kata yg seharusnya keluar dr mulutku. Aku benci, ibu selalu mendahului.

Kamu bisa tebak hal selanjutnya.

Anak siapa yg gak sesek denger ibunya minta maaf duluan?
Anak durhaka doang kali.

Sumpah ya itu, sesek banget, bukannya say something yg lebih drama gitu ya, aku malah diem nahan air mata. Hmm ya, kamu tau aku org tertegar seluruh dunia. Pantang nangis apalagi ketauan.haha, bantal saja yg sering jd korban. *tsuutttt diam

Selesai, dan bodohnya aku gak bisa bgt buat sekedar bilang
"Maafin aku bu, aku yg belum bisa jadi anak yg baik buat ibu"
Padahal kalau saja berkata itu tak perlu bibir, kalau saja hati punya pengeras suara. Mungkin kita akan bertahan di jalanan tempat solat lebaran sampe duhur. Banyak banget yg pengen diomongin, tp bibir dan hati sedang tak sekawan.

Besoknya, aku inget ibu milad. Bodohnya bibir dan hati masih saja belum berdamai. Hening, cuek, tak peduli.

Jika aku jadi ibu, aku nelangsa habis habisan. Apa coba, anak anak suami gak ada satupun ucapan, gak ada segigitpun kue atau kado pemberian.
Keterlaluan.

Aku mengerti sekarang.
Mengapa hampir 78% permasalahan antar manusia di dunia ini terjadi hanya karena salah paham. Atau miss communication. Atau ya iniiiiiiiiiiiii. Ego, gengsi, atau apa sih nama yg bisa mewakili ketidak sekawanan antara bibir dan hati.

Kelak di masa depan, aku berdoa semoga ada yg menciptakan, pengeras suara untuk hati.

Haaa, aku lebay. Tapi ini penemuan penting sekali.

Mungkin dg alat ini, akan banyak suami istri yg tak jadi bercerai. Atau hubungan org tua dan anak yg semakin romantis. Atau keakraban antara atasan dan karyawan. Guru dengan siswa. Atau bahkan alat ini akan membantu sekali buat para superboy yg bingung hendak ngomong apa saat melamar. Hahaha

Iya kan??

Ringan rasanya, saat apa yg kita rasakan bisa tersampaikan. Tak perlu menunggu bibir dan hati berdamai :))

Inilah bu, aku yg kata org adalah ekstrovert dan sanguinis tulen, nyata nyata selalu kehilangan kemampuam bicara dihadapanmu.

Inilah bu, aku yg cerewet protes sana sini di rumah, tapi selalu saja tak bisa cerewet memproklamirkan perasaannya yg terdalam.

Inilah bu, aku yg bisa ngajar berjam jam mendongeng ini itu, tapi menyerah untuk sekedar bilang sayang pd orang tersayang.

Bagiku, perasaan terdalam selalu sulit diungkapkan. Mungkin karena ia tinggal di tempat terdalam di hati sehingga untuk sampai pd lisan membutuhkan perjalan berat dan panjang.

Ia ada bu, dalam dan besar sekali.

I love you bu...,

Terimakasih untuk terlalu banyak hal yg kau perjuangkan dlm hidup
Terimakasih untuk terlalu banyak sabar yg kau latih sepanjang usiaku
Terimakasih untuk terlalu banyak cinta yg kau alirkan selama ini

I love you bu...,

Semoga Allah menyayangimu selalu, aamiin

Dari anakmu yg bibir dan hatinya mendadak bermusuhan tiap bertemu matamu.

Aaaahhhh, untungnya hati dan tanganku selalu berdamai.
Tulisan selalu lebih lincah dr pd mulut yg lebih senang menutup.

Romantis itu bukan aku
Mungkin tulisanku ^^

Aku sedang belajar

Buat siapapun yg nanti ada di tempat terdalam hatiku, maafkan jk bibir dan hatiku sering tak sekawan, ibuku pun pelan pelan paham. Bahwa perasaan terdalam selalu sulit diungkapkan.

Sentul, 19 Juli 2015
3 Syawal 1436H
Dengan hati dan segenap perasaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar