senyum

senyum
senyuuuuuum - - - iya kamuuu - - - senyuuuuuum

Rabu, 31 Mei 2017

7000 km dari rumah.

Namaku Mimil, 13 tahun, kelas 1 SMP dan tinggal di pesantren. Sudah hampir setahun, setahun yang penuh drama dan air mata hihihi, lebay.

Kamu tahu Natuna? Aku lahir dan besar di sana sebelum aku ada di sini, di Pesantren yang mungkin berjarak 7000 km dari rumah. Bayangkan jauhnya menahan rindu dan air mata. Ibuku memang super tega. Entah ayahku yang super tegas, tak bisa dibantah. Intinya aku jadi ada di sini, di Pesantren berjarak 7000 km dari rumah, naik pesawatpun masih harus transit berjam-jam. Aah sudah takdirku mungkin.

Kamu tahu pesantren? Ya begitulah. Tak terbayangkan sebelumnya. Awal datang sudah terkaget-kaget bertemu teman-teman dengan bahasa yang tak ku kenal, sama sekali belum pernah kudengar. Tak hanya bahasa, perangainya pun sering membuat kerut di kening.

Aah tapi lama-lama sih seru, kata ibu saat lulus nanti akan jadi keren karena pernah sekamar dengan teman dari seluruh Indonesia. Sekarang sih aku bilang ke ibu kerennya belum ketemu, yang ada baru kerutan kening, dan simpanan rasa nano-nano di hati.

Setahun ini? Lumayanlah, belajar mengalah dan berbagi. Kalau ibu menelpon, "kak, gimana happy ?" Ku jawab "so far so good mom, yang rese ada tapi yang baik juga banyak". Haha itu sih jawaban setelah setahun. Dulu? Aku ingat pernah nangis bombay saat seragamku tak kering karena lupa mencuci. Nangis udah, dimarahin guru enggak. Haha. Atau aku ingat, saat-saat jam 01.00 malam mengetuk kamar ustadzah gara-gara gak bisa tidur, mimpi atau pengen ke belakang. Berantem sama temen sampai nangis? Aku sih rajanya, ya begitulah. Dari urusan antri wc sampai masalah pinjam meminjam barang. Tapi..., setelah setahun katanya justru itu seninya. Haha.

Ramadhan gini masih 7000 km dari rumah, aahhhh rasanya, ya gitu nangis kalau dapet telpon ibu. Kata ibu sih biasa nyuruh sabar, malah nanya-nanya jumlah hafalan, fyuuhhh, jadi deg-degan pulang.

Tadi seperti biasa, kita tarawih berjamaah di mushola asrama. Eh tiba-tiba dari arah tetangga asrama rumah warga, terdengar pemuda-pemuda tanggung bermain gitar dan bernyanyi sesekali menyalakan petasan. Duhhh mengganggu sekali. Padahal bukan malam minggu.  Dan bulan Ramadhan. Sepanjang sholat aku bertanya-tanya, mengapa mereka tidak solat tarawih bersama warga? Mereka itu seusia siapa? Dari suaranya sih mungkin SMA atau baru lulus. Kan udah dewasa ya? Kok orangtuanya gak ngelarang? Kok orangtuanya gak ngajakin mereka tarawih? Tiba-tiba aku ingat tetangga di rumah, jangan-jangan banyak yang seperti ini juga. Aahhh, kacau dunia, aku saja yang kurus dan masih kecil gini tahu kalau itu tidak baik, dan tidak sopan.

Sebelum tidur ku ijin pinjam handphone pada ustadzah, tak sabar ingin cerita dan bertanya pada ibu di rumah. Dan kamu tahu reaksi ibuku?  Beliau bilang Alhamdulillah. Katanya Alhamdulillah karena aku berfikir seperti itu. Katanya aku harus bersyukur atas nikmat iman, islam dan berada dalam kebaikan yang kata ibuku gak semua orang merasakan. Buktinya kejadian barusan. Hmmm aku malah baru sadar. Iya juga ya, kalau tidak punya ibu super tega seperti ibuku, manalah mungkin aku 7000 km dari rumah, menahan rindu dan air mata. Dan kalau tak 7000 km dari rumah, mungkin perasaan tadi tidak bisa kurasakan.

Ya ALLAH 7000 km dari rumah, semoga ibuku benar soal nikmat iman, islam dan berada dalam kebaikan yang sekarang katanya sedang kurasakan.

Aahhh tak apa 7000 km dari rumah menahan rindu dan air mata asal tak jauh-jauh dari nikmatMu itu Tuhan. Nikmat iman, islam dan berada dalam kebaikan. ^^

Eh tapi tunggu.
Kata ustadzah pemuda -pemuda tadi bakalan jadi PR besar buat kami.

Hahhh???? Ah biarlah besok ku tanyakan lagi pada ustadzah, PR apapula jenisnya. Sekarang aku mengantuk, dan besok kamarku kebagian piket membangunkan teman-teman.

#fiksi
#30DWCJilid6
#Squad8
#Day15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar