Semalam saya dibuat menangis menonton cuplikan adegan Hafidz Indonesia saat membahas Alana, anak laki-laki berusia 7 tahun yang tidak bisa berjalan sejak lahir. Ayahnya bilang, sejak lahir Alana sudah berjuang untuk hidup, saat semua dokter pesimis, Alana membuktikan bahwa ia bisa bertahan hidup bahkan hingga sekarang. "Saya tidak pernah merasa susah atau malu, Alana adalah amanah dari Allah untuk saya, saya bangga memiliki anak seperti Alana."
Kemudian saat Syeikh Ali Jaber berkata bahwa Alana yang menurut kebanyakan orang memiliki cacat sebetulnya ia tidak memiliki cacat sedikitpun, justru yang cacat adalah ia yang normal sehat dan bisa berjalan tetapi tidak mampu membaca Al Qur'an.
Kemudian aku menjadi teringat pada sosok anak cerebral palsy yang juga berhasil menjadi seorang hafidz Qur'an di usia anak-anak sampai dipanggil dan bisa berhaji bersama ayahnya. Aku ingat cerita ibunya di salah satu talkshow tv, bahwa anaknya lahir prematur dan 3 bulan berada di Rumah Sakit sejak lahir, setiap hari ayahnya menyetel kan murotal Al Qur'an dari luar kotak inkubator. Sehingga ketika berhasil bertahan pada usia beberapa bulan ia sudah terbiasa mendengar bacaan Al Quran hingga akhirnya menjadi seorang hafidz.
Hampir setahun yang lalu, saya pernah berurai air mata di depan kotak inkubator bayi mungil saya, saya ingat pernah berjanji pada Tuhan, tolong ijinkan saya membesarkannya saya berjanji akan menjadikannya seorang hafidz Qur'an dan pejuang agamaNya. Namun saat berganti hari melihat berbagai kondisi, saat dokter menjelaskan banyak keadaan tentang bayi mungil saya, tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk, atau tentang kemungkinan-kemungkinan kalaupun ia bertahan. Saya menangis. . ., tak ada satupun orang yang tahu apa yang berkecamuk dalam diri saya tidak suami atau ibu saya. Saat itu dokter berkata, jikapun bayi mungil saya bertahan, kemungkinan ia akan tumbuh tidak sempurna karena kejang yang berulang mengakibatkan perkembangan syaraf yang akan terhenti. Banyak hal dijelaskan hingga dada saya sesak. Janji yang saya ucapkan di sisinya di luar kotak inkubatornya tiba-tiba tak sekuat awalnya.
Pada hari-hari terakhir saya berkata lirih padanya, jika memang akan berjuang bunda pasti akan berjuang nak, tapi jika pun tidak maka bunda ikhlas.
Air mata saya tumpah, saya tak paham bagaimana perasaan saya saat itu. Hingga akhirnya Allah yang Maha Tahu memutuskan apa yang menurutNya yang paling mungkin akan sanggup saya hadapi.
Saya benar-benar tidak tahu mana yang terbaik tapi saya yakin Allah tahu dan selalu memberikan yang terbaik untuk saya.
Semalam saya menangis, mengingat perkataan ayah Alana. Tentang anak adalah amanah dari Allah. Bagaimanapun kondisinya ia adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti.
Anak adalah amanah yang harus dibesarkan sesuai dengan fitrah-fitrah kebaikannya.
Tak ada satupun anak yang terlahir tanpa potensi. Ia lahir karena menurutNya bumi memerlukan potensinya.
Ibu saya berkata pada adik bungsu saya yang baru menerima kelulusan smp nya kemarin, berapapun nem kamu itu tidak penting karena bagi orangtua yang terpenting adalah kamu tumbuh menjadi manusia yang taat dan takut pada Allah. Tidak ada yang lebih berharga dari keberhasilan mendidik anak menjadi anak sholeh. Kamu mau jadi engineer lulusan ITB atau dokter lulusan UI, atau semua gelar-gelar kebanggaan dunia bagi ibu tidak ada artinya jika kamu tidak berhasil menjadi anak yang tidak takut dan tidak taat pada Allah.
Sore tadi berkesempatan menonton sepupu lomba tilawatil Qur'an di salah satu tempat perbelanjaan.
Bagus-bagus. Para peserta dengan antusias berlomba didampingi keluarga.
Dan saya berbisik pada hati saya sendiri, mau menang, kalah, atau bahkan tak bisa ikut lomba sekalipun setiap anak terlahir sebagai pemenang. Ia ada dengan segudang potensi yang mungkin belum tergali. Semua anak terlahir sempurna, orangtuanya lah yang mungkin berhasil atau gagal menjadikannya sempurna.
Semoga para orangtua dan calon orangtua tak lagi salah menilai dan mengukur sesuatu dengan ukuran dunia. Karena setiap anak terlahir istimewa ^^
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
( Q.S.at-Tahrim:6)
#30DWCJilid6
#Squad8
#Day19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar